Penyalainews, Jakarta - Pewarta sempat dikejutkan dengan pertemuan antara Presiden Joko Widodo ( Jokowi) dan Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (27/10) kemarin.
Tetiba Jokowi dan SBY keluar dari Istana. Tidak ada jadwal resmi yang tercatat dalam kegiatan Jokowi hari itu. Pertemuan itu mendadak, Jokowi dan SBY sempat berbincang santai di teras Istana, tempat Jokowi menerima tamu.
Sesekali keduanya tampak tertawa usai berbincang santai. Rupanya, inti pertemuan yakni membahas Perppu Ormas yang baru saja disahkan oleh DPR.
Dalam pembahasannya, partai pendukung pemerintah seperti PDIP, Golkar, PKB, PPP, NasDem dan Hanura solid dukung Perppu Ormas. Hanya PAN yang membelot bersama oposisi yakni Gerindra dan PKS. Sementara Demokrat yang sejak awal memposisikan diri berada di tengah, memilih mendukung.
Tapi, Demokrat menjadi salah satu partai yang paling ngotot ingin merevisi Perppu Ormas yang baru saja disahkan itu. Lalu kenapa Demokrat mendukung Perppu tetapi ingin ada revisi dalam aturan yang mengatur tentang Ormas itu?
Sekretaris Fraksi Partai Demokrat di DPR Didik Mukrianto mengungkap, alasan partainya berada dalam posisi mendukung. Rupanya, demi meloloskan niat dengan permainan politik nan cantik di parlemen.
Didik menjelaskan, secara matematika politik, kekuaran suara Gerindra, PKS, PAN dan Demokrat tidak cukup untuk melawan para pendukung Perppu Ormas. Maka jalan tengah adalah mendukung, tapi dengan syarat yakni UU Ormas harus direvisi.
"Kita meyakini kalau dihadapkan pada posisi menolak dan menerima di situ akan terjadi pengerasan sikap masing-masing, kami khawatir kalau kita menolak, pemerintah tidak mau merevisi, akhirnya yang dirugikan masyarakat, ormas. Kemudian Perppu berlaku selamanya," kata Didik saat berbincang dengan merdeka.com, Senin (30/10) malam.
Didik pun mengisahkan, pada saat paripurna masuk tahap lobi, Demokrat menyampaikan syarat revisi jika Perppu itu disahkan. Akhirnya, mayoritas Fraksi pun setuju dengan syarat tersebut. Bahkan, pemerintah dalam penyampaian pidato di paripurna usai Perppu Ormas disahkan membuka lebar-lebar peluang revisi itu.
"Saat lobi minimal di situ ada 7 fraksi setuju revisi, namun setelah itu pula, kami meyakinkan diri revisi tak bisa jalan tanpa persetujuan pemerintah, maka kami berbicara dengan perwakilan pemerintah dalam hal ini MEndagri dan Menkominfo kala itu, dan hasilnya mendapakan komitmen (revisi)," kata Didik.
Komitmen revisi UU Ormas, kata Didik, juga diperoleh oleh Ketua Umum Demokrat SBY saat bertemu dengan Jokowi akhir pekan lalu. Dalam perbincangannya, Jokowi menyampaikan sikap terbuka untuk merevisi Perppu Ormas tersebut kepada SBY.
Pasal yang mengganjal Demokrat di Perppu Ormas
Didik menjelaskan, ada sejumlah persoalan dalam pasal yang disusun pemerintah di Perppu pembubaran Ormas. Salah satunya, menyangkut paradigma pemerintah melihat Ormas itu sendiri.
Didik mengatakan, Ormas harusnya ditempatkan pada bagian masyarakat berpartisipasi dalam melakukan pembangunan seperti tertuang dalam UU nomor 17 tahun 2013 tentang Ormas terdahulu. Sehingga, Ormas dijadikan sebagai mitra strategis pemerintah dalam pembangunan.
"Namun dalam Perppu, Ormas dipandang sebagai ancaman terhadap kedaulatan negara, ideologi negara dan konstitusi negara. Dalam konteks itu, harusnya pemerintah melihat ormas ini mitra pemerintah dalam menjalankan, mengelola kehidupsn berbangsa dan bernegara," jelas Didik.
Di samping itu, Demokrat juga keberatan dengan kewenangan pemerintah yang bisa membubarkan Ormas tanpa melalui mekanisme pengadilan. Padahal, Indonesia merupakan negara hukum yang menjadikan hukum sebagai panglima.
"Ini yang kami melihat di situ bahwa kemudian Ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila kewenangan diberikan kepada menteri dalam hal ini Mendagri dan Menkum HAM, ini menginterpretasikan menteri diberikan kewenangan untuk menafsirkan Pancasila. Kita tidak ingin kewenangan ini kemudian tidak ada dasar konstitusionalnya, karena kami menganggap tidak ada satu lembaga negara diberi kewenangan menerjemahkan Pancasila. Kami berpandangan ketika ada sebuah kementerian diberikan kewenangan menafsirkan UU ini bsia berimplikasi abuse of power, bermuatan politik," kata Anggota Komisi III DPR ini.
Berikutnya, Demokrat melihat bahwa kewenangan pembubaran Ormas harus dikembalikan kepada proses pengadilan seperti UU lama. Meski, dalam revisi nanti, Demokrat ingin, proses pengadilan harus dilakukan dengan cepat. Karena dalam UU lama, proses pembubaran ormas memang dibutuhkan waktu yang sangat panjang dan berlarut.
"Kami mengusulkan bukan mekanismenya dipotong, tapi penyederhanaan proses, percepatan waktu," kata Didik.
Terakhir, persoalan pemidanaan para pengurus Ormas yang dianggap mengancam Pancasila dan keutuhan NKRI. Menurut dia, tidak bisa disamakan antara pengurus dengan anggota Ormas. Dia ingin, untuk anggota sanksinya cukup melalui KUHP saja.
"Bayangkan Ormas yang anggotanya jutaan, ormas dibubarkan, pengurus dapat hukuman berat demikian juga anggotanya. Kami ingin generalisasi jangan dilakukan antara anggota ormas dengan pengurus, karena bisa dianggap kriminalisasi," katanya.
Pemerintah siap revisi UU Ormas baru
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan membuat konsep berisi materi revisi UU Ormas mulai awal tahun depan.
"Rencananya awal tahun kita persiapkan konsep dan nanti akan dikoordinasikan oleh Kantor Kemenkum HAM. Beberapa revisi penyempurnaan yang berkaitan dengan masalah-masalah Perppu yang sudah disahkan DPR," terang Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo di Kantor Kemendagri, Senin (30/10).
DPR baik secara kelembagaan maupun melalui fraksi-fraksi disampaikan Mendagri pasti akan menginventarisasi hal apa saja yang bisa dimasukkan dalam naskah revisi UU. Pemerintah tetap terbuka terhadap usulan-usulan terkait revisi itu.
Dalam Perppu ada empat paham yang dilarang berkembang di Indonesia, termasuk kelompok yang bertautan dengan paham tersebut yaitu komunisme, marxisme, leninisme dan atheisme. Kelompok lain yang ingin mengubah dasar negara dan Pancasila juga ditegaskan Tjahjo harus dilarang. Termasuk radikalisme dan terorisme. "Kalau enggak mau diingatkan ya dibubarkan," tegasnya.
Terkait poin apa saja dalam UU Nomor 17 Tahun 2013 yang akan direvisi, Mendagri masih enggan membuka ke publik. "Saya belum bisa menyampaikan. Kami juga sudah siapkan konsep. Mungkin Kemenkum HAM juga sudah ada konsepnya, dari kepolisian mungkin ada, di Kemenkopolhukam juga sudah nanti kita bahas dan koordinasi dengan semua fraksi-fraksi di DPR," paparnya.***red
Merdeka.com