Kembali Ditahan KPK, Emosi Sri Wahyumi Manalip Tak Stabil

No comment 683 views
banner 160x600

riaubertuah.id

Jakarta, riautimes.co.id -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan emosi Mantan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip tidak stabil ketika ditahan kembali usai baru saja bebas dari penjara.

"Kami lakukan penangkapan dan dibawa ke KPK dan saat ini ada di rutan KPK dengan keadaan emosi yang tidak stabil," ucap Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri lewat pesan singkat, Jumat (30/4).

Diketahui, Sri Wahyumi baru saja bebas dari penjara setelah menjalani masa hukuman dalam perkara suap-menyuap terkait revitalisasi pasar di wilayahnya. Namun, dia ditangkap lagi oleh KPK.

Di pengadilan tingkat pertama, Sri Wahyumi dijatuhi 4,5 tahun penjara. Masa hukumannya dipangkas Mahkamah Agung (MA) menjadi 2 tahun penjara usai peninjauan kembali dikabulkan.

Dia bebas dari Lapas Kelas II-A Tangerang pada Kamis (29/4). Namun kembali ditahan KPK di hari yang sama lantaran ada proses penyidikan baru yang mana dirinya terlibat dalam kasus tersebut.

Kasus yang dimaksud yakni dugaan penerimaan gratifikasi terkait proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Kepulauan Talaud.

KPK juga telah menetapkan Sri Wahyumi Manalip sebagai tersangka penerima gratifikasi proyek pekerjaan infrastruktur. Dalam proyek tersebut, Sri diduga menerima uang sebesar Rp9,5 miliar.

Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto mengatakan dalam penyelidikan tersebut KPK telah memeriksa 100 orang saksi selama proses penyidikan. Selain itu, KPK juga telah menyita berbagai dokumen dan barang elektronik yang terkait dengan perkara.

Kasus tersebut merupakan kelanjutan dari perkara dugaan suap lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan revitalisasi Pasar Beo tahun 2019 lalu yang juga menjerat Sri Wahyumi.

,Sri diduga juga memberikan catatan dalam lembaran kertas kecil berupa tulisan tangan berisi informasi nama paket pekerjaan dan rekanan yang ditunjuk langsung.

Selain itu, ia juga diduga memerintahkan Ketua Pokja PBJ untuk meminta commitment fee sebesar 10 persen dari nilai pagu anggaran masing-masing paket pekerjaan sekaligus melakukan pencatatan atas pemberian fee rekanan tersebut.

Atas perbuatan tersebut, Sri Wahyumi disebut melanggar Pasal 12 B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

(yla/bmw)

 

Sumber: CNN Indonesia