Jakarta, Riautimes.co.id -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyayangkan Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) mantan Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip. Dalam putusannya, MA memotong masa tahanan Sri Wahyumi dari 4,5 tahun menjadi hanya 2 tahun penjara.
Juru Bicara KPK Ali Fikri menilai putusan MA itu dapat menjadi preseden buruk dalam upaya pemberantasan korupsi. Apalagi, putusan MA itu masih di bawah ancaman pidana minimum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Vonis yang dijatuhkan di bawah ancaman pidana minimum sebagaimana diatur dalam UU Tipikor, yaitu minimum pidana penjara selama 4 tahun. Kami khawatir putusan tersebut menjadi preseden buruk dalam upaya pemberantasan korupsi," kata Ali saat dikonfirmasi, Selasa (1/9).
Ali mengatakan putusan PK tersebut jauh dari tuntutan jaksa penuntut pada KPK di pengadilan tingkat pertama. Jaksa KPK saat itu menuntut agar Sri Wahyumi divonis 7 tahun penjara.
Namun, majelis hakim di Pengadilan Tipikor hanya menjatuhkan vonis 4,5 tahun kepada Sri Wahyuni. Setelah itu, MA kembali menyunat masa hukuman tersebut tinggal menjadi 2 tahun.
"KPK kecewa atas putusan tersebut. Walaupun tentu kami tetap harus menghormati dan menerima putusan tersebut. Apalagi kita ketahui bahwa majelis hakim memutus yang bersangkutan terbukti melakukan tindak pidana korupsi," ujarnya.
Desember 2019, Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Sri Wahyumi terbukti bersalah menerima berbagai hadiah, seperti tas mewah dan perhiasan senilai Rp491 juta dari pengusaha Bernard Hanafi Kalalo.
Pemberian berbagai hadiah itu agar Sri Wahyumi memenangkan perusahaan Bernard dalam lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung senilai Rp2,965 miliar dan pekerjaan revitalisasi Pasar Beo senlai Rp2,8 miliar Tahun Anggaran 2019.
(dmi/fra)
Sumber: CNN Indonesia