RIAUTIMES.CO.ID - Indonesia mengantongi utang baru sebesar US$800 juta atau setara Rp11,36 triliun (kurs Rp14.200 per dolar AS) dari Bank Dunia. Utang ini bakal digunakan untuk mendanai reformasi kebijakan investasi dan perdagangan, serta membantu percepatan pemulihan ekonomi.
Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste Satu Kahkonen mengungkap hambatan besar bagi investasi dan perdagangan telah membatasi kemampuan Indonesia untuk menarik investasi asing langsung yang berorientasi ekspor.
Termasuk juga, mengurangi integrasi Indonesia ke dalam rantai nilai global dan meningkatkan harga pangan di dalam negeri.
Tantangan-tantangan tersebut juga telah memperlambat pertumbuhan sektor manufaktur dan non-komoditas.
Akibatnya, sambung dia, sebagian besar lapangan kerja dalam beberapa dekade terakhir diciptakan di sektor komoditas dan layanan yang berproduktivitas rendah, yang umumnya memberi penghasilan di bawah upah kelas menengah.
Tak hanya itu, Indonesia juga mengalami resesi pertamanya usai krisis 1998 dan memperburuk tantangan untuk melakukan perluasan ke sektor-sektor yang lebih canggih demi menciptakan lapangan kerja dengan upah yang lebih baik dan produktivitas lebih tinggi.
"Pemerintah sedang menjalankan program reformasi besar untuk menarik investasi dan meningkatkan daya saing perekonomian Indonesia. Reformasi ini memiliki potensi mendukung transformasi ekonomi untuk beralih dari sektor komoditas kepada sektor dengan nilai tambah yang lebih tinggi. Ini akan memberikan dorongan yang sangat dibutuhkan," ujarnya dikutip dari situs resmi Bank Dunia, Rabu (16/7).
Pembiayaan yang disetujui pada Selasa (15/6) itu juga akan digunakan untuk dukungan kebijakan pembangunan (Development Policy Operation/ DPO) berdasarkan dua pilar.
Pertama, untuk meningkatkan investasi dengan membuka lebih banyak sektor bagi investasi swasta, khususnya investasi asing langsung, menambah tenaga profesional berketerampilan tinggi di pasar tenaga kerja, termasuk mendorong investasi swasta pada energi terbarukan.
Kedua, mendukung reformasi kebijakan perdagangan untuk mendorong daya saing dan pemulihan ekonomi. Tujuannya, ialah meningkatkan akses dan keterjangkauan harga komoditas pangan pokok maupun bahan baku, termasuk memfasilitasi akses kepada input manufaktur.
DPO sendiri bertujuan untuk mendukung reformasi besar di bidang perdagangan dan investasi Indonesia, sejalan dengan hubungan kerja sama yang sudah berjalan lama antara World Bank Group (WBG) dengan Indonesia.
"Kegiatan ini diselaraskan secara penuh dengan Kerangka Kerja Kemitraan Negara (Country Partnership Framework/CPF) yang belum lama ini diadopsi oleh WBG, di mana penguatan daya saing dan ketahanan ekonomi diidentifikasi sebagai cara penting untuk mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan bersama," tutupnya.
S