Penyalainews, Sulawesi - Direktur Riset dan Data Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi Wiwin Suwandi mengkritik pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, DPR, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3). Menurut Wiwin, Pasal 122 huruf K UU MD3 cacat konstitusional.
Wiwin mengatakan beleid itu memberikan kewenangan kepada Mahkamah Kehormatan Dewan untuk melakukan langkah hukum terhadap perseorangan, kelompok orang yang merendahkan kehormatan anggota DPR. “Bayangkan seandainya 250 juta lebih rakyat Indonesia bersamaan kritik anggota DPR, bisa dipidana dan dipenjara semuanya,” ucap Wiwin, Selasa 13 Februari 2018
Senin lalu, DPR tetap mengesahkan UU MD3 meski banyak memuat pasal kontroversial.
“Itu artinya yang terikat anggota-anggota DPR, karena anggota DPR adalah representasi dari DPR itu sendiri,” tuturnya.
Karena itu, lanjut dia, tugas MKD menegakkan keluhuran martabat, menegakkan kehormatan, sehingga MKD yang memproses pelanggaran etik dari anggota DPR. “Jadi keliru kalau MKD mau keluar dari 'kamarnya', mempidanakan orang/badan hukum/kelompok orang, yang mengkritik DPR,” kata Wiwin.
Dia mengungkapkan DPR itu merupakan lembaga perwakilan rakyat. Karena itu rakyat memiliki hak konstitusional mengkritik wakil-wakil di DPR.
Bahkan, Wiwin menganggap rakyat Indonesia masih cukup santun dalam mengkritik. Rakyat Indonesia, kata Wiwin, tidak sampai memasukkan anggota DPR ke tong sampah seperti di Ukraina.
Menurut Wiwin, dampak dari pengesahan UU MD3 lainnya adalah lembaga lain seperti MA, MK, Kejaksaan dan Polisi bisa merevisi UU dan memasukkan pasal pidana. “Bahaya ini, hanya gara-gara orang kritik oknum/lembaga yang memang kerjanya jeblok lalu di penjara.”
Adapun Ketua DPR Bambang Soesatyo membantah jika dikatakan UU MD3 tak sesuai dengan konstitusi. "Yang tak puas dapat mengajukan keberatan ke MK," ujarnya***red
Tempo.co